Thursday, March 18, 2021

BELAJAR

 

Belajar adalah proses perubahan perilaku dari tidak bisa menjadi bisa. Menurut Winkel, belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Senada dengan hal tersebut, Ernest R. Hilgard menyatakan bahwa belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha sadar manusia dalam proses interaksinya yang melibatkan aspek psikologis atau mental ditandai dengan perubahan perilaku danpola pikir menjadi lebih baik.

Belajar juga merupakan proses perubahan ke arah yang lebih baik. Bila terjadi perubahan maka di dalamnya ada proses belajar dan sebaliknya bila tidak terjadi perubahan yang baik dan seseorang tetap saja melakukan kesalahan yang sama maka tidak terdapat proses belajar di dalamnya. Sejauh ini proses belajar masih menjadi sebuah beban psikologis (psychological burden). Lihatlah ketika para siswa mengetahui bahwa gurunya tidak dapat masuk mengajar maka mereka akan bersorak sorai sebagai bentuk ekspresi kegembiraan. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa belajar masih menjadi beban yang kurang menyenangkan bagi murid. Tentunya banyak faktor yang mempengaruhi keadaan semacam ini. Bisa saja hal ini timbul dari pihak pengajar, dari keadaan internal siswa, maupun pengaruh lingkungan--keluarga, teman, masyarakat. 

Oleh karena itu, para pemangku kepentingan (stake holder)--siswa, guru, dan orang tua--harus ikut belajar memahami hakikat belajar itu sendiri agar beban itu berubah menjadi sebuah kebutuhan untuk belajar. Dengan adanya dorongan dan dukungan dari luar (eksternal) dan motivasi dari dalam diri siswa (internal) diharapkan proses belajar akan menjadi sebuah pemahaman yang tercipta dalam ingatan jangka panjang (long term memory) para siswa karena informasi yang ditangkap akan diolah menjadi pengetahuan yang bermakna. Untuk mencapai tujuan tersebut maka peran guru dan orang tua menjadi sangat penting untuk ikut menjadikan belajar sebagai kebiasaan positif yang turut membentuk perkembangan karakter dan kecerdasan yang komperhensif (kognitif, psikomotorik, dan afektif).

Manusia pada kodratnya dilahirkan jenius dan memiliki kesempatan yang sama. Dahulu memang kecerdasan dianggap anugerah Tuhan yang diberikan pada anak-anak tertentu saja, sementara penelitian membuktikan bahwa "setiap anak lahir dengan jumlah sel otak yang hampir sama". Kemudian yang berperan pada perkembangan sel-sel otak selanjutnya adalah asupan gizi dan lingkungan yang mendukung. Penemuan lain yang mendukung kejeniusan manusia ini adalah ditemukannya suatu "bagian khusus di dalam otak manusia yang berbeda tiap orang", dimana bagian ini berfungsi sebagai kemampuan khusus, kita sering menyebutnya "bakat" atau talenta. Dari beberapa penelitian dikemukakan juga bahwa setiap manusia terlahir jenius karena mereka dilengkapi dengan apa yang kita sebut sebagai "perangkat lunak". Perangkat ini disebut juga The Highly Order Thinking atau Cara Berpikir Tingkat Tinggi, area ini biasanya disebut juga Ultimate Area dari otak.

Disini terletak fitrah manusia bisa menjadi "seseorang" yang berarti, mampu bersosialisasi dan berkarakter. Fakta lain juga membuktikan para peneliti telah menemukan bahwa otak manusia secara fungsional terdiri atas tiga susunan yang disebut Otak Reptil, Otak Mamalia, dan Otak Neo Kortex. Otak Reptil berfungsi untuk mengatur sistem pertahanan tubuh dan refleks seperti contohnya jika kita terkena panas kemudian menghindar, jika kita terkejut kita meloncat atau berteriak. Otak Mamalia berfungsi mengatur irama emosi, baik itu emosi positif maupun emosi negatif. Sedangkan Otak Neo Kortex berfungsi untuk proses berfikir kreatif. Jadi tinggal masing-masing kita yang sudah dilengkapi dengan kemampuan ini untuk mengoptimalkan kerja perangkat lunak dalam otak kita sejak dini. Dengan rasional di atas, ketika belajar menjadi keterpaksaan, maka beban belajar tersebut akan menjadi sebuah "virus" bagi perangkat lunak/software dalam otak kita untuk menggerakkan semua potensi diri yang terpendam sehinga terjadi kemacetan aktualisasi diri.

Lebih jauh lagi, kebermaknaan informasi/pengetahuan tidak akan dapat dicapai dalam keadaan psikologis yang menolak dan terbebani. Oleh karena itu, sebagai pelajar, seorang murid harus bisa meyakinkan dirinya sendiri bahwa belajar adalah salah satu proses untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memberi kepuasan batin akan keingintahuan (curiousity) yang ada pada setiap diri manusia. Ketika konsep belajar sudah berubah menjadi sebuah kesadaran diri maka belajar akan menjadi sebuah kebutuhan. Proses belajar pun akan menjadi sangat ringan dan merupakan bentuk aktualisasi diri untuk mendapatkan "pemuas dahaga" informasi dan pengetahuan yang nanti akan sangat berguna dalam kehidupan. Sebuah informasi/pengetahuan yang diterima atas dasar kesadara dan keikhlasan/kerelaan diri akan menjadi sebuah informasi yang terekam dalam "software" di dalam long term memory.

Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa belajar adalah proses, maka proses belajar berjalan dalam jangka waktu yang berbeda antar individu. Oleh karena itu, setiap individu harus bisa mengoptimalkan dan memberdayakan potensi diri sesuai dengan kebiasaan yang baik, kemampuan dan strategi belajar masing-masing. Kita analogikan seperti seorang yang harus berlari mencapai target/garis finish, setiap orang punya langkah yang berbeda untuk mencapai garis finish. Mungkin ada yang membutuhkan 10 langkah, ada yang membutuhkan 15 langkah, ada juga yang membutuhkan 20 langkah untuk mencapai garis finish tersebut. Setiap orang punya kemampuan yang berbeda untuk mencapai sebuah tujuan yang sama, akan tetapi dengan usaha/langkah yang berbeda tersebut tujuan itu akhirnya akan sama-sama tercapai juga.

Selain itu, kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan dan kerelaan hati untuk menerima hal-hal baru yang konstruktif harus menjadi bagian dari diri siswa agar bisa menerima perubahan positif dalam dirinya dengan baik karena biasanya perubahan itu tidak terjadi secara tiba-tiba dengan hasil yang memuaskan. Perubahan memerlukan waktu dan usaha yang kuat serta hasil yang dicapai biasanya tidak akan langsung sempurna. Oleh karena itu setiap individu yang ingin melakukan perubahan harus menyadari dan menyikapi dengan baik proses tersebut. Orang yang mempunyai tujuan belajar dan kesadaran belajar yang tinggi akan menjadi pribadi yang antusias dan memiliki determinasi tinggi untuk menggali sumber-sumber pengetahuan. Informasi atau pengetahuan baru akan diserap dengan baik bila seorang yang sedang dalam proses belajar bersifat seperti sebuah gelas yang kosong yang siap menampung segala hal baru yang ada tidak bersikap apatis dan menganggap sesuatu yang baru itu sebagai sebuah beban atau bahkan ancaman.

Ada berbagai macam metode belajar efektif untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Maka selanjutnya penentuan pilihan akan metode belajar yang sesuai dan efektif diserahkan pada tiap individu yang sedang belajar. Setelah pilihan akan metode dan teknik belajar disesuaikan dengan keadan tiap individu maka diharapkan kegiatan belajar akan menjadi sebuah kebiasaan baik. Dengan tumbuhnya kebiasaan belajar yang baik maka diharapkan proses pengalaman belajar bisa membentuk karakter siswa yang kita sebut sebagai character building. Sebuah kebiasaan baik yang terus dijaga dan kembangkan akan mengkristal menjadi sebuah nilai yang akhirnya tertanam menjadi sebuah karakter.

Dengan terbentuknya karakter yang baik dari proses kebiasaan belajar yang baik maka diharapkan para siswa menjadi manusia yang memiliki kelebihan dalam luasnya wawasan/pengetahuan (Intelligent Quotient), sikap/perilaku yang baik (Emosional Quotient), dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) dengan indikator bahwa ada perubahan sikap, pola pikir, dan kepribadian ke arah yang lebih baik. Orang yang ber-EQ tinggi maka ia akan berusaha menciptakan keseimbangan dalam dirinya, bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya dan bisa merubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat. Sedangkan orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa dan masalah yang dihadapi. Dengan memberi makna yang positif itu ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Semoga kita tidak termasuk golongan orang yang merugi karena kita bisa berubah menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya!

0 comments:

Post a Comment