Belajar juga
merupakan proses perubahan ke arah yang lebih baik. Bila terjadi perubahan maka
di dalamnya ada proses belajar dan sebaliknya bila tidak terjadi perubahan yang
baik dan seseorang tetap saja melakukan kesalahan yang sama maka tidak terdapat
proses belajar di dalamnya. Sejauh ini proses belajar masih menjadi sebuah
beban psikologis (psychological burden). Lihatlah ketika para siswa mengetahui
bahwa gurunya tidak dapat masuk mengajar maka mereka akan bersorak sorai
sebagai bentuk ekspresi kegembiraan. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa
belajar masih menjadi beban yang kurang menyenangkan bagi murid. Tentunya
banyak faktor yang mempengaruhi keadaan semacam ini. Bisa saja hal ini timbul
dari pihak pengajar, dari keadaan internal siswa, maupun pengaruh
lingkungan--keluarga, teman, masyarakat.
Oleh karena
itu, para pemangku kepentingan (stake holder)--siswa, guru, dan orang
tua--harus ikut belajar memahami hakikat belajar itu sendiri agar beban itu
berubah menjadi sebuah kebutuhan untuk belajar. Dengan adanya dorongan dan
dukungan dari luar (eksternal) dan motivasi dari dalam diri siswa (internal)
diharapkan proses belajar akan menjadi sebuah pemahaman yang tercipta dalam
ingatan jangka panjang (long term memory) para siswa karena informasi yang ditangkap
akan diolah menjadi pengetahuan yang bermakna. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka peran guru dan orang tua menjadi sangat penting untuk ikut menjadikan
belajar sebagai kebiasaan positif yang turut membentuk perkembangan karakter
dan kecerdasan yang komperhensif (kognitif, psikomotorik, dan afektif).
Manusia pada
kodratnya dilahirkan jenius dan memiliki kesempatan yang sama. Dahulu memang
kecerdasan dianggap anugerah Tuhan yang diberikan pada anak-anak tertentu saja,
sementara penelitian membuktikan bahwa "setiap anak lahir dengan jumlah
sel otak yang hampir sama". Kemudian yang berperan pada perkembangan
sel-sel otak selanjutnya adalah asupan gizi dan lingkungan yang mendukung.
Penemuan lain yang mendukung kejeniusan manusia ini adalah ditemukannya suatu
"bagian khusus di dalam otak manusia yang berbeda tiap orang", dimana
bagian ini berfungsi sebagai kemampuan khusus, kita sering menyebutnya
"bakat" atau talenta. Dari beberapa penelitian dikemukakan juga bahwa
setiap manusia terlahir jenius karena mereka dilengkapi dengan apa yang kita
sebut sebagai "perangkat lunak". Perangkat ini disebut juga The
Highly Order Thinking atau Cara Berpikir Tingkat Tinggi, area ini biasanya
disebut juga Ultimate Area dari otak.
Disini terletak
fitrah manusia bisa menjadi "seseorang" yang berarti, mampu
bersosialisasi dan berkarakter. Fakta lain juga membuktikan para peneliti telah
menemukan bahwa otak manusia secara fungsional terdiri atas tiga susunan yang
disebut Otak Reptil, Otak Mamalia, dan Otak Neo Kortex. Otak Reptil berfungsi
untuk mengatur sistem pertahanan tubuh dan refleks seperti contohnya jika kita
terkena panas kemudian menghindar, jika kita terkejut kita meloncat atau
berteriak. Otak Mamalia berfungsi mengatur irama emosi, baik itu emosi positif
maupun emosi negatif. Sedangkan Otak Neo Kortex berfungsi untuk proses berfikir
kreatif. Jadi tinggal masing-masing kita yang sudah dilengkapi dengan kemampuan
ini untuk mengoptimalkan kerja perangkat lunak dalam otak kita sejak dini.
Dengan rasional di atas, ketika belajar menjadi keterpaksaan, maka beban
belajar tersebut akan menjadi sebuah "virus" bagi perangkat
lunak/software dalam otak kita untuk menggerakkan semua potensi diri yang
terpendam sehinga terjadi kemacetan aktualisasi diri.
Lebih jauh
lagi, kebermaknaan informasi/pengetahuan tidak akan dapat dicapai dalam keadaan
psikologis yang menolak dan terbebani. Oleh karena itu, sebagai pelajar,
seorang murid harus bisa meyakinkan dirinya sendiri bahwa belajar adalah salah
satu proses untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memberi kepuasan batin akan
keingintahuan (curiousity) yang ada pada setiap diri manusia. Ketika konsep
belajar sudah berubah menjadi sebuah kesadaran diri maka belajar akan menjadi
sebuah kebutuhan. Proses belajar pun akan menjadi sangat ringan dan merupakan
bentuk aktualisasi diri untuk mendapatkan "pemuas dahaga" informasi
dan pengetahuan yang nanti akan sangat berguna dalam kehidupan. Sebuah
informasi/pengetahuan yang diterima atas dasar kesadara dan keikhlasan/kerelaan
diri akan menjadi sebuah informasi yang terekam dalam "software" di
dalam long term memory.
Seperti yang
telah dipaparkan di atas bahwa belajar adalah proses, maka proses belajar
berjalan dalam jangka waktu yang berbeda antar individu. Oleh karena itu,
setiap individu harus bisa mengoptimalkan dan memberdayakan potensi diri sesuai
dengan kebiasaan yang baik, kemampuan dan strategi belajar masing-masing. Kita
analogikan seperti seorang yang harus berlari mencapai target/garis finish,
setiap orang punya langkah yang berbeda untuk mencapai garis finish. Mungkin
ada yang membutuhkan 10 langkah, ada yang membutuhkan 15 langkah, ada juga yang
membutuhkan 20 langkah untuk mencapai garis finish tersebut. Setiap orang punya
kemampuan yang berbeda untuk mencapai sebuah tujuan yang sama, akan tetapi
dengan usaha/langkah yang berbeda tersebut tujuan itu akhirnya akan sama-sama
tercapai juga.
Selain itu,
kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan dan kerelaan hati untuk menerima
hal-hal baru yang konstruktif harus menjadi bagian dari diri siswa agar bisa
menerima perubahan positif dalam dirinya dengan baik karena biasanya perubahan
itu tidak terjadi secara tiba-tiba dengan hasil yang memuaskan. Perubahan
memerlukan waktu dan usaha yang kuat serta hasil yang dicapai biasanya tidak
akan langsung sempurna. Oleh karena itu setiap individu yang ingin melakukan
perubahan harus menyadari dan menyikapi dengan baik proses tersebut. Orang yang
mempunyai tujuan belajar dan kesadaran belajar yang tinggi akan menjadi pribadi
yang antusias dan memiliki determinasi tinggi untuk menggali sumber-sumber
pengetahuan. Informasi atau pengetahuan baru akan diserap dengan baik bila
seorang yang sedang dalam proses belajar bersifat seperti sebuah gelas yang
kosong yang siap menampung segala hal baru yang ada tidak bersikap apatis dan
menganggap sesuatu yang baru itu sebagai sebuah beban atau bahkan ancaman.
Ada berbagai
macam metode belajar efektif untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Maka
selanjutnya penentuan pilihan akan metode belajar yang sesuai dan efektif
diserahkan pada tiap individu yang sedang belajar. Setelah pilihan akan metode
dan teknik belajar disesuaikan dengan keadan tiap individu maka diharapkan
kegiatan belajar akan menjadi sebuah kebiasaan baik. Dengan tumbuhnya kebiasaan
belajar yang baik maka diharapkan proses pengalaman belajar bisa membentuk
karakter siswa yang kita sebut sebagai character building. Sebuah kebiasaan
baik yang terus dijaga dan kembangkan akan mengkristal menjadi sebuah nilai
yang akhirnya tertanam menjadi sebuah karakter.
Dengan terbentuknya
karakter yang baik dari proses kebiasaan belajar yang baik maka diharapkan para
siswa menjadi manusia yang memiliki kelebihan dalam luasnya wawasan/pengetahuan
(Intelligent Quotient), sikap/perilaku yang baik (Emosional Quotient), dan
kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) dengan indikator bahwa ada perubahan
sikap, pola pikir, dan kepribadian ke arah yang lebih baik. Orang yang ber-EQ
tinggi maka ia akan berusaha menciptakan keseimbangan dalam dirinya, bisa
mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya dan bisa merubah sesuatu yang buruk
menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat. Sedangkan orang yang ber-SQ tinggi
mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap
peristiwa dan masalah yang dihadapi. Dengan memberi makna yang positif itu ia
mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Semoga kita tidak termasuk golongan orang yang merugi karena kita bisa berubah
menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya!
0 comments:
Post a Comment